Komunikasi adalah "suatu proses dalam
mana seseorang atau beberapa orang, kelompok,
organisasi,
dan masyarakat
menciptakan, dan menggunakan informasi agar terhubung dengan lingkungan
dan orang lain". Pada umumnya, komunikasi dilakukan secara lisan atau verbal yang
dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. Apabila tidak ada bahasa verbal yang
dapat dimengerti oleh keduanya, komunikasi masih dapat dilakukan dengan
menggunakan gerak-gerik badan, menunjukkan sikap tertentu, misalnya tersenyum,
menggelengkan kepala, mengangkat bahu. Cara seperti ini disebut komunikasi
dengan bahasa nonverbal.
Komunikasi
disebut juga suatu proses penyampaian informasi
(pesan, ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain. Pada umumnya, komunikasi
dilakukan secara lisan atau verbal yang dapat dimengerti oleh kedua belah
pihak. apabila tidak ada bahasa verbal yang dapat dimengerti oleh keduanya,
komunikasi masih dapat dilakukan dengan menggunakan gerak-gerik badan,
menunjukkan sikap tertentu, misalnya tersenyum, menggelengkan kepala,
mengangkat bahu. Cara seperti ini disebut komunikasi nonverbal.
Etika
dalam berkomunikasi
Banyak orang beranggapan bahwa
dalam sebuah pembicaraan, kita harus menggunakan etika untuk menghargai dan
menghormati lawan bicara. Ada sebuah teori yang mendefinisikan etika sebagai,
“sebuah cabang ilmu filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma, moral
yang menentukan perilaku manusia dalam hidupnya”. Dalam teori ini, etika
memiliki 3 tujuan, yaitu:
·
Membantu manusia untuk bertindak secara bebas
dan dapat dipertanggung jawabkan.
·
Membantu manusia mengambil sikap dan tindakan
secara tepat dalam hidup ini.
·
Tujuan akhir untuk menciptakan kebahagiaan.
Terlepas setuju atau tidaknya
kita dengan teori diatas, namun ada hal yang bisa kita sepakati bahwa etika
berhubungan dengan moral,”sistem tentang bagaimana kita harus hidup secara baik sebagai manusia”.
Dalam berkomunikasi
ada etika seperti dalam bahasa inggris, yaitu 5W+1H
1. Who (siapa)
Mengetahui siapa
yang diajak bicara, seperti pandangan mata agar kita menghargai lawan bicara.
2. What (apa)
Lawan bicara harus
tau apa yang sedang dibicarakan, karena jika tidak mengetahui apa yang
dibicarakan pasti membuat kita merasa jengkel.
3. Where (dimana)
Berkomunikasi harus
tau tempat, jika saja berbicara pendapat tentang sesuatu yang tidak disukai,
maka bisa saja orang sekitar kita merasa tidak suka dengan pendapat kita.
4. When (kapan)
Tidak mudah untuk
mengetahui kapan waktu yang tepat untuk berkomunikasi. Misalnya bertamu ke
tempat orang yang penting, tidak mungkin kan saat shubuh berkumandang??
5. Why (mengapa)
Pertanyaan ini agar
fokus dengan tujuan pembicaraan.
6. How (bagaimana)
Cara kita
berkomunikasi dengan penyampaian yang jelas. Jika kita salah penyampaian, jadi
salah juga kita dalam beretika komunikasi.
Etika Komunikasi Antar Pribadi
Persoalan etika yang potensial
selalu melekat dalam setiap bentuk komunikasi antar pribadi sehingga komunikasi
dapat dinilai dalam dimensi benar-salah, melibatkan pengaruh yang berarti
terhadap manusia lain, sehingga komunikator secara sadar memilih tujuan-tujuan
tertentu yang ingin dicapai dan cara-cara komunikasi guna mencapai tujuan
tersebut. Apakah seorang komunikator bertujuan menyampaikan informasi,
meningkatkan pemahaman seseorang, memudahkan keputusan yang bebas pada orang
lain, menawarkan nilai-nilai yang penting, memperlihatkan eksistensi dan
relevansi suatu persoalan sosial, memberikan sebuah jawaban atau program aksi
atau memicu pertikaian—persoalan etika yang potensial terpadu dalam upaya-upaya
simbolik sang komunikator. Demikianlah keadaannya pada sebagian besar
komunikasi pribadi, baik komunikasi antara 2 orang, dalam kelompok kecil, dalam
retorika gerakan sosial maupun dalam hubungan masyarakat.
Bahkan muncul ungkapan bahwa
manusia adalah satu-satunya hewan” yang secara harfiah dapat disebut memiliki
nilai”. Lebih khusus lagi, barangkali esensi tertinggi manusia adalah homo
ethicus, manusia adalah pembuat penilaian etika. Tetapi muncul pertanyaan,
mengapa mempersoalkan etika dalam komunikasi antar pribadi? Jelas, dengan
menghindari pembicaraan mengenai etika dalam komunikasi, orang akan bersandar
pada berbagai macam pembenaran: (1) setiap orang tahu bahwa teknik komunikasi
tertentu adalah tidak etis jadi tidak perlu dibahas; (2) karena yang penting
dalam komunikasi hanyalah masalah kesuksesan maka masalah etika tidak relevan;
(3) penilaian etika hanyalah masalah penilaian individu secara pribadi sehingga
tak ada jawaban pasti; dan (4) menilai etika orang lain itu menunjukkan
keangkuhan atau bahkan tidak sopan.
Secara potensial timbul
ketegangan antara ” kenyataan” dan “keharusan”, antara yang aktual dan yang ideal.
Mungkin terdapat ketegangan antara apa yang dilakukan setiap orang dengan apa
yang menurut kita harus dilakukan oleh orang tersebut. Mungkin terdapat konflik
antara komunikasi yang kita pandang berhasil dan penilaian teknik tersebut
tidak boleh digunakan karena cacat menurut etika. Kita mungkin terlalu
menekankan pemahaman tentang sifat dan efektivitas teknik, proses dan metode
komunikasi dengan mengorbankan perhatian pada masalah etika tentang penggunaan
teknik-teknik seperti itu. Kita harus menguji bukan hanya bagaimana,
melainkan juga apakah
kita secara etis harus , memakai berbagai macam metode dan
pendekatan. Masalah “apakah”, jelas bukan hanya penyesuaian khalayak, melainkan
maslah etika. Kita boleh merasa bahwa tujuan-tujuan etika itu tidak dapat
dicapai secara nyata sehingga tidak banyak manfaatnya.
Bagaimana para peserta dalam
sebuah transaksi komunikasi pribadi menilai etika dari komunikasi itu, atau
bagaimana para pengamat luar menilai etikanya, akan berbeda-beda tergantung
pada standar etika yang mereka gunakan. Sebagian diantara bahkan mungkin akan
memilih untuk tidak mempertimbangkan etika. Namun demikian, masalah etika yang
potensial tetap ada meskipun tidak terpecahkan atau tidak terjawab.
Apakah seorang komunikator
menginginkan penilaian etika atau tidak? Komunikan umumnya akan menilai, secara
resmi ataupun tidak resmi, upaya komunikator berdasarkan standar etika yang
relevan menurut mereka. Jika bukan karena alasan lain, selain alasan pragmatik,
yakni untuk kesempatan meningkatkan kesuksesan , komunikator perlu
mempertimbangkan kriteria etis para khalayaknya.
Etika Komunikasi Persuasif
Etika komunikasi persuasif adalah seperangkat aturan-aturan dalam
mempraktekkan komunikasi persuasif agar tidak menjadi propaganda.
Larangan Dalam Komunikasi
Persuasif
Dalam
prakteknya, saat komunikasi persuasif dilakukan maka komunikator tidak
diperkenankan untuk:
- Menggunakan data palsu, data yang sengaja dirancang untuk menonjolkan kesan tertentu, data yang dengan sengaja diejawantahkan secara salah, dibelokkan, atau bukti yang benar tapi tidak ada hubungannya untuk mendukung suatu pernyataan atau mengesahkan sesuatu.
- Tidak diperkenankan secara sengaja menggunakan alasan yang meragukan atau tidak masuk diakal (tidak logis).
- Tidak diperkenankan menyatakan diri sebagai ahli pada subyek tertentu, padahal bukan ahlinya. Tidak diperkenankan juga mengaku telah diberi informasi oleh ahlinya padahal tidak.
- Tidak diperkenankan untuk mengajukan hal-hal yang tidak berkaitan untuk mengalihkan perhatian dari isyu yang sedang menjadi perhatian. Di antara hal-hal yang paling sering digunakan untuk mengalihkan perhatian adalah perilaku sengaja menyerang karakter individu yang menjadi lawannya, pembelaan dengan menggunakan kebencian dan (bigotry) sebagai alasan. (Innuendo), penggunaan istilah "Tuhan" atau "setan" yang dapat menyebabkan/ mengundang keadaan tegang namun tidak mencerminkan reaksi positif atau negatif yang sebenarnya.
- Tidak diperkenankan untuk meminta kepada target sasaran (pembaca/ pemirsa) untuk mengaitkan ide atau proposal yang diajukan dengan nilai-nilai yang emosional, motif-motif tertentu, atau tujuan-tujuan yang sebenarnya tidak ada kaitannya.
- Tidak diperkenankan untuk menipu khalayak dengan menyembunyikan tujuan sebenarnya, atau kepentingan pribadi/ kelompok yang diwakilkan, atau menggunakan posisi pribadi sebagai penasehat saat memberikan sisi pandang tertentu.
- Jangan menutup-nutupi, membelokkan, atau sengaja menafsirkan dengan salah angka, istilah, jangkauan, intensitas, atau konsekuensi logis yang mungkin diakibatkan di masa depan.
- Tidak diperkenankan untuk menggunakan pembelaan emosional yang tidak disertai bukti, latar belakang, atau alasan yang tidak dapat diterima apabila target penerima memiliki kesempatan dan waktu untuk menyelidiki subyek tersebut sendiri kemudian menemukan sesuatu yang lain/ bertentangan.
- Tidak diperkenankan untuk menyederhanakan sebuah situasi yang yang sebenarnya kompleks, sehingga terlihat sebagai hitam dan putih saja, hanya memiliki dua pilihan atau pandangan, dan (polar views).
- Tidak diperkenankan untuk mengaku sebuah kepastian sudah dibuat padahal situasinya masih sementara, dan derajat kemungkinan situasi masih dapat berubah sebenarnya lebih akurat.
- Tidak diperkenankan menganjurkan sesuatu yang kita secara pribadi sebenarnya juga tidak percaya.
Kesimpulan
Pemahaman yang berbeda mengenai
nilai-nilai etika yang ada membuat setiap orang dapat memiliki penilaian yang
berbeda terhadap setia etika komunikasi. Dalam komunikasi antar pribadi
penggunaan etika haruslah berhati-hati karena bukanlah tidak mungkin bahwa
pemahaman etika kita berbeda dengan komunikan. Kurangnya pemahaman antar sesama
dapat memunculkan miss communication yang akan berujung pada timbulnya berbagai
macam prasangka dan salah paham.
Dalam berbagai macam perbedaan
tersebut, kita harus mampu beradaptasi dengan cepat. Nilai-nilai yang membentuk
etika harus kita pahami dengan benar karena sebenarnya tidak ada komunikasi
yang tidak menggunakan nilai-nilai etika di dalamnya, setiap bentuk komunikasi
selalu menggunakan etika walaupun dalam kadarnya masing-masing sesuai dengan
konteks, tujuan dan situasi yang ada.