Undang-undan nomor 36 tentang telekomunikasi berisi:
1. Telekomunikasi adalah setiap pemancaran,
pengiriman, dan atau penerimaan dari setiap
informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi
melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik Iainnya.
2. Alat telekomunikasi adalah setiap
alat perlengkapan yang digunakan dalam bertelekomunikasi.
3. Perangkat telekomunikasi adalah
sekelompok alat telekomunikasi yang memungkinkan bertelekomunikasi.
Berdasarkan
pasal 1 diatas dinyatakan bahwa telekomunikasi merupakan kebutuhan yang
mendasar bagi kehidupan manusia sekarang ini. Kemudian telekomunikasi menjadi
sangat penting karena dalam perkembangannya telekomunikasi bukan hal yang baru
lagi dan juga dapat mendukung perekonomian oleh beberapa orang menjadi sumber
penghidupan.
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 52 TAHUN 2000
TENTANG
PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
Menimbang:
bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan mengenai penyelengaraan telekomunikasi
sebagimana diatur dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi,
dipandang perlu untuk menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi;
Mengingat
:
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945;
2.
Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Tahun
1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3881);
MEMUTUSKAN
:
Menetapkan:PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
1. Telekomunikasi adalah setiap
pemancaran, pengiriman dan atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk
tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat,
optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya.
2. Alat telekomunikasi adalah setiap
alat perlengkapan yang digunakan dalam bertelekomunikasi.
3. Perangkat telekomunikasi adalah
sekelompok alat telekomunikasi yang memungkinkan bertelekomunikasi.
4. Pemancar radio adalah alat
telekomunikasi yang menggunakan dan memancarkan gelombang radio.
5. Jaringan telekomunikasi adalah rangkaian
perangkat telekomunikasi dan kelengkapannya yang digunakan dalam
bertelekomunikasi.
6. Jasa telekomunikasi adalah layanan
telekomunikasi untuk memenuhi kebutuhan bertelekomunikasi dengan menggunakan
jaringan telekomunikasi.
7. Penyelenggara telekomunikasi adalah
perseorangan, koperasi, badan usaha milik daerah, badan usaha milik negara,
badan usaha swasta, instansi pemerintah, dan instansi pertahanan keamanan
negara.
8. Penyelenggaraan telekomunikasi
adalah kegiatan penyediaan dan pelayanan telekomunikasi sehingga memungkinkan
terselenggaranya telekomunikasi.
9. Penyelenggaraan jaringan
telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan atau pelayanan jaringan
telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi.
10. Penyelenggaraan jasa telekomunikasi
adalah kegiatan penyediaan dan atau pelayanan jasa telekomunikasi yang
memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi.
11. Penyelenggaraan telekomunikasi
khusus adalah penyelenggaraan telekomunikasi yang sifat, peruntukan dan
pengoperasiannya khusus.
12. Interkoneksi adalah keterhubungan
antar jaringan telekomunikasi dari penyelenggara telekomunikasi yang berbeda.
13. Kewajiban pelayanan universal adalah
kewajiban yang dibebankan kepada penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau
jasa telekomunikasi untuk memenuhi aksesibilitas bagi wilayah atau sebagian
masyarakat yang belum terjangkau oleh penyelenggaraan jaringan dan atau jasa
telekomunikasi.
14. Menteri adalah Menteri yang lingkup
tugas dan tanggung jawabnya di bidang telekomunikasi.
BAB II
PENYELENGGARAAN JARINGAN DAN JASA
TELEKOMUNIKASI
Bagian Pertama
Penyelenggaraan Telekomunikasi
Pasal 2
Penyelenggaraan telekomunikasi dilaksanakan
oleh penyelenggara telekomunikasi.
Pasal 3
Penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 meliputi:
a. penyelenggaraan jaringan telekomunikasi;
b. penyelenggaraan jasa telekomunikasi;
c. penyelenggaraan telekomunikasi khusus.
Pasal 4
Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan
atau penyelenggaraan jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
huruf a dan huruf b dapat dilakukan oleh badan hukum yang didirikan untuk
maksud tersebut berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, yaitu:
a. Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
b. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
c. Badan Usaha Swasta; atau
d. Koperasi.
Pasal 5
Penyelenggaraan telekomunikasi khusus
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c dapat dilakukan oleh:
a. perseorangan;
b. instansi pemerintah; atau
c. badan hukum selain penyelenggara
jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi.
Bagian Kedua
Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi
Pasal
6
(1) Dalam penyelenggaraan jaringan
telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a, penyelenggara
jaringan telekomunikasi wajib membangun dan atau menyediakan jaringan
telekomunikasi.
(2) Penyelenggara jaringan
telekomunikasi dalam membangun jaringan telekomunikasi wajib memenuhi ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
(3) Penyelenggara jaringan
telekomunikasi dalam membangun dan atau menyediakan jaringan telekomunikasi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib mengikuti ketentuan teknis dalam
Rencana Dasar Teknis.
(4) Ketentuan mengenaai Rencana Dasar
Teknis sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal
7
Penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib
menjamin terselenggaranya telekomunikasi melalui jaringan yang
diselenggarakannya.
Pasal
8
(1)
Penyelenggara jaringan telekomunikasi dapat menyelenggarakan jasa
telekomunikasi melalui jaringan yang dimiliki dan disediakannya.
(2) Penyelenggaraan jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
harus merupakan kegiatan usaha yang terpisah dari penyelenggaraan jaringan yang
sudah ada.
(3) Untuk menyelenggarakan jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib mendapatkan izin penyelenggaraan
jasa telekomunikasi dari Menteri.
Pasal 9
(1) Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi terdiri dari :
a.
penyelenggaraan jaringan tetap;
b.
penyelenggaraan jaringan bergerak.
(2)
Penyelenggaraan jaringan tetap dibedakan dalam :
a. penyelenggaraan jaringan tetap
lokal;
b. penyelenggaraan jaringan tetap
sambungan langsung jarak jauh;
c. penyelenggaraan jaringan tetap
sambungan internasional;
d. penyelenggaraan jaringan tetap
tertutup.
(3)
Penyelenggaraan jaringan bergerak dibedakan dalam :
a. penyelenggaraan jaringan bergerak terestrial;
b. penyelenggaraan jaringan bergerak seluler;
c. penyelenggaraan jaringan bergerak satelit.
(4)
Ketentuan mengenai tata cara penyelenggaraan jaringan telekomunikasi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal
10
(1) Penyelenggara jaringan tetap lokal
atau penyelenggara jaringan bergerak seluler atau penyelenggara jaringan
bergerak satelit harus menyelenggarakan jasa teleponi dasar.
(2) Penyelenggara jaringan tetap lokal
dalam menyelenggarakan jasa teleponi dasar wajib menyelenggarakan jasa telepon
umum.
(3) Penyelenggara jaringan tetap lokal
dalam menyelenggarakan jasa telepon umum dapat bekerjasama dengan pihak ketiga.
Pasal 11
(1) Penyelenggara
jaringan telekomunikasi dalam menyediakan jaringan telekomunikasi dapat
bekerjasama dengan penyelenggara jaringan telekomunikasi luar negeri sesuai
dengan izin penyelenggaraannya.
(2)
Kerjasama
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dituangkan dalam suatu perjanjian tertulis.
Pasal
12
Penyelenggara
jaringan telekomunikasi wajib memenuhi setiap permohonan dari calon pelanggan
jaringan telekomunikasi yang telah memenuhi syarat-syarat berlangganan jaringan
telekomunikasi sepanjang jaringan telekomunikasi tersedia.
Bagian Ketiga
Penyelenggaraan
Jasa Telekomunikasi
Pasal
13
Dalam
penyelenggaraan jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b,
penyelenggara jasa telekomunikasi menggunakan jaringan telekomunikasi milik
penyelenggara jaringan telekomunikasi.
Pasal
14
(1) Penyelenggaraan jasa telekomunikasi
terdiri dari:
a. penyelenggaraan jasa teleponi dasar;
b. penyelenggaraan jasa nilai tambah
teleponi;
c. penyelenggaraan jasa multimedia;
(2) Ketentuan mengenai tata cara
penyelenggaraan jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
dengan Keputusan Menteri.
Pasal
15
(1) Penyelenggara
jasa telekomunikasi wajib menyediakan fasilitas telekomunikasi untuk menjamin
kualitas pelayanan jasa telekomunikasi yang baik.
(2)
Penyelenggara
jasa telekomunikasi wajib memberikan pelayanan yang sama kepada pengguna jasa
telekomunikasi.
(3)
Dalam
menyediakan fasilitas telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
penyelenggara jasa telekomunikasi wajib mengikuti ketentuan teknis dalam
Rencana Dasar Teknis.
(4) Ketentuan
mengenai Rencana Dasar Teknis sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur dengan
Keputusan Menteri.
Pasal 16
(1) Penyelenggara jasa telekomunikasi
wajib mencatat/merekam secara rinci pemakaian jasa telekomunikasi yang
digunakan oleh pengguna telekomunikasi.
(2) Apabila pengguna memerlukan
catatan/rekaman pemakaian jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), penyelenggara telekomunikasi wajib memberikannya.
Pasal 17
(1) Catatan/rekaman
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 disimpan sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan.
(2) Penyelenggara
jasa telekomunikasi berhak memungut biaya atas permintaan catatan/rekaman
pemakaian jasa telekomunikasi.
Pasal 18
(1) Pelanggan
jasa telekomunikasi dapat mengadakan sendiri perangkat akses dan perangkat terminal
pelanggan jasa telekomunikasi.
(2) Instalasi
perangkat akses di rumah dan atau gedung dapat dilaksanakan oleh instalatur
yang memenuhi persyaratan.
Pasal
19
Penyelenggara
jasa telekomunikasi wajib memenuhi setiap permohonan dari calon pelanggan telekomunikasi
yang telah memenuhi syarat-syarat berlangganan jasa telekomunikasi sepanjang
akses jasa telekomunikasi tersedia.
PENYIDIKAN
Pasal
44
(1)
Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, juga Pejabat Pegawai
Negeri Sipil tertentu di lingkungan Departemen yang lingkup tugas dan tanggung
jawabnya di bidang telekomunikasi, diberi wewenang khusus sebagai penyidik
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana untuk melakukan
penyidikan tindak pidana di bidang telekomunikasi.
(2)
Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran
laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi.
b. melakukan pemeriksaan terhadap orang
dan/atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana di bidang
telekomunikasi.
c. menghentikan penggunaan alat
dan/atau perangkat telekomunikasi yang menyimpang
dari ketentuan yang berlaku.
d. memanggil orang untuk didengar dan
diperiksa sebagai saksi atau tersangka.
e. melakukan pemeriksaan alat dan/atau
perangkat telekomunikasi yang digunakan
atau diduga berkaitan dengan tindak pidana
di bidang telekomunikasi.
f. menggeledah tempat yang diduga digunakan
untuk melakukan tindak pidana di bidang telekomunikasi.
g. menyegel dan/atau menyita alat dan/atau
perangkat telekomunikasi yang digunakan atau yang diduga berkaitan dengan
tindak pidana di bidang telekomunikasi.
h. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan
tugas penyidikan tindak pidana di bidang telekomunikasi.
i.
mengadakan
penghentian penyidikan.
(3)
Kewenangan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan Undang-undang Hukum Acara Pidana.
SANKSI
ADMINISTRASI
Pasal
45
Barang
siapa melanggar ketentuan Pasal 16 ayat (1),Pasal 18 ayat (2),pasal19,pasal
21,Pasal 25 ayat (2),Pasal 26 ayat (1),Pasal 29 ayat (1),Pasal 29 ayat
(2),Pasal 33 ayat (1),Pasal 33 ayat (2),Pasal 34 ayat (1),Pasal 34 ayat (2)
dikenai sanksi administrasi.
Pasal
46
(1)
Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 berupa pencabutan izin
(2) Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah
diberi peringatan tertulis.
KETENTUAN PIDANA
Pasal 47
Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1),dipidana penjara paling lama 6 (enam) tahun
dan atau denda paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 48
Penyelenggara jaringan telekomunikasi yang
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dipidana dengan pidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak Rp
100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 49
Penyelenggara telekomunikasi yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20,dipidana dengan pidana penjara
paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua
ratus juta rupiah).
Pasal 50
Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 22,dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)
tahun dan atau denda paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 51
Penyelenggara komunikasi khusus yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1 ataau Pasal 29 ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan atau denda
paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
Pasal 52
Barang siapa
memperdagangkan,membuat,merakit,memasukan atau menggunakan perangkat
telekomunikasi di wilayah Negara Republik Indonesia yang tidak sesuai dengan
persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak Rp
100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 53
(1) Barang siapa melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) atau Pasal 33 ayat (2) dipidana
dengan penjara pidana paling lama 4 (empat) tahun dan atau denda paling banyak
Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah). (2) Apabila tindak pidana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya seseorang, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
Pasal 54
Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) atau Pasal 36 Ayat (2),dipidana dengan pidana
penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp
200.000.000,00 (dua raatus juta rupiah).
Pasal 55
Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 38,dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)
tahun dan atau denda paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 56
Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 40,dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima
belas) tahun.
Pasal 57
Penyelenggara jasa telekomunikasi yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1),dipidana dengan pidana
penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Pasal 58
Alat dan perangkat telekomunikasi yang digunakan dalam
tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47,Pasal 48,Pasal 52,atau Pasal
56 dirampas oleh negara dan atau dimusnahkan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 59
Perbuataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
47,Pasal 48,Pasal 49,Pasal 50,Pasal 51,Pasal 52,Pasal 53,Pasal 54,Pasal
55,Pasal 56, dan Pasal 57 adalah kejahatan.
Penjelasan
UU No.36 Tentang Telekomunikasi
Penjelasan
UU No.36 Tentang Telekomunikasi
Undang-undang Nomor 36 Tahun tentang Telekomunikasi, pembangunan dan
penyelenggaraan telekomunikasi telah menunjukkan peningkatan peran penting dan
strategis dalam menunjang dan mendorong kegiatan perekonomian, memantapkan
pertahanan dan keamanan, mencerdaskan kehidupan bangsa, memperlancar kegiatan
pemerintah an, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa dalam kerangka wawasan
nusantara, dan memantapkan ketahanan nasional serta meningkatkan hubungan antar
bangsa. Perubahan lingkungan global dan perkembangan teknologi telekomunikasi
yang berlangsung sangat cepat mendorong terjadinya perubahan mendasar,
melahirkan lingkungan telekomunikasi yang baru, dan perubahan cara pandang
dalam penyelenggaraan telekomunikasi, termasuk hasil konvergensi dengan
teknologi informasi dan penyiaran sehingga dipandang perlu mengadakan penataan
kembali penyelenggaraan telekomunikasi nasional.
Tujuan Penyelenggaraan Telekomunikasi
Tujuan penyelenggaraan telekomunikasi yang demikian dapat dicapai, antara lain,
melalui reformasi telekomunikasi untuk meningkatkan kinerja penyelenggaraan
telekomunikasi dalam rangka menghadapi globalisasi, mempersiapkan sektor
telekomunikasi memasuki persaingan usaha yang sehat dan profesional dengan
regulasi yang transparan, serta membuka lebih banyak kesempatan berusaha bagi
pengusaha kecil dan menengah. Dalam pembuatan UU ini dibuat karena ada beberapa
alasan,salah satunya adalah bahwa pengaruh globalisasi dan perkembangan
teknologi telekomunikasi yang sangat pesat telah mengakibatkan perubahan yang
mendasar dalam penyelenggaraan dan cara pandang terhadap telekomunikasi dan
untuk manjaga keamanan bagi para pengguna teknologi informasi.
Berikut adalah beberapa pengertian yang terdapat dalam UU No. 36 Tahun 1999
Tentang Telekomunikasi:
1. Telekomunikasi
adalah setiap pemancaran,
pengiriman, dan atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda,
isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio,
atau sistem elektromagnetik Iainnya;
2. Alat
telekomunikasi adalah setiap alat perlengkapan yang digunakan dalam bertelekomunikasi;
3. Perangkat
telekomunikasi adalah sekelompok alat telekomunikasi yang memungkinkan
bertelekomunikasi;
4. Sarana dan
prasarana tetekomunikasi adalah segala sesuatu yang memungkinkan dan mendukung
berfungsinya telekomunikasi;
5. Pemancar
radio adalah alat
telekomunikasi yang menggunakan dan memancarkan gelombang radio;
6. Jaringan
telekomunikasi adalah rangkaian perangkat telekomunikasi dan kelengkapannya yang
digunakan dalam bertelekomunikasi;
7. Jasa
telekomunikasi adalah layanan telekomunikasi untuk memenuhi kebutuhan
bertelekomunikasi dengan menggunakan jaringan telekomunikasi;
8. Penyelenggara
telekomunikasi adalah perseorangan, koperasi, badan usaha milik daerah, badan usaha
milik negara, badan usaha swasta, instansi pemerintah, dan instansi pertahanan
keamanan negara;
9. Pelanggan adalah
perseorangan, badan hukum, instansi pemerintah yang menggunakan jaringan
telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi berdasarkan kontrak;
10. Pemakai adalah
perseorangan, badan hukum, instansi pemerintah yang menggunakan jaringan
telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi yang tidak berdasarkan kontrak;
11. Pengguna adalah
pelanggan dan pemakai;
12. Penyelenggaraan
telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan pelayanan telekomunikasi sehingga
memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi;
13. Penyelenggaraan
telekomunikasi khusus adalah penyelenggaraan telekomunikasi yang sifat,
peruntukan, dan pengoperasiannya khusus;
14. Interkoneksi adalah
keterhubungan antarjaringan telekomunikasi dan penyelenggara jaringan
telekomunikasi yang berbeda;
15. Menteri adalah
Menteri yang ruang Iingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang
telekomunikasi.
Keterbatasan
UU Telekomunikasi Dalam Mengatur Penggunaan Teknologi Informasi (UU ITE)
Berikut
adalah salah satu contoh pasal yang terdapat pada Undang-Undang No 36 Tahun
1999:
Menurut Pasal 1 angka (1) Undang-Undang No 36 Tahun 1999, Telekomunikasi adalah
setiap pemancaran, pengiriman, dan/atau penerimaan dan setiap informasi dalam
bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem
kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya.
Dari definisi tersebut, maka kita simpulkan bahwa Internet dan segala fasilitas
yang dimilikinya merupakan salah satu bentuk alat komunikasi karena dapat
mengirimkan dan menerima setiap informasi dalam bentuk gambar, suara maupun
film dengan sistem elektromagnetik.
Penyalahgunaan Internet yang mengganggu ketertiban umum atau pribadi dapat
dikenakan sanksi dengan menggunakan Undang-Undang ini, terutama bagi para
hacker yang masuk ke sistem jaringan milik orang lain sebagaimana diatur pada
Pasal 22, yaitu Setiap orang dilarang melakukan perbuatan tanpa hak, tidak sah,
atau memanipulasi:
a) Akses ke jaringan telekomunikasi
b) Akses ke
jasa telekomunikasi
c) Akses ke
jaringan telekomunikasi khusus
Menurut saya berdasarkan UU No.36 tentang telekomunikasi, disana tidak terdapat
batasan dalam penggunaan teknologi informasi, karena penggunaan teknologi
informasi sangat berpengaruh besar untuk negara kita. Karena kita dapat secara
bebas memperkenalkan kebudayaan kita kepada negara-negara luar untuk menarik
minat para turis asing dan tekhnologi informasi juga dapat digunakan oleh para
pengguna teknologi informasi dibidang apapun.
Jadi keuntungannya juga dapat dilihat dari segi bisnis. Yaitu kita dengan bebas
dan luas dapat memasarkan bisnis dalam waktu singkat. Jadi kesimpulannya
menurut saya adalah, penggunaan teknologi informasi tidak memiliki batasan,
karena dapat mnguntungkan dalam semua pihak.